Meskipun beberapa waktu terakhir saya telah berkunjung ke Alor, selain menjadi sebuah pengalaman yang sangat berkesan juga tidak akan pernah merasa cukup waktu untuk menjelajahi kepulauan Alor yang indah ini. Rasanya seperti menemukan “dunia baru”, dunia yang jauh berbeda dengan daerah lainnya. Mulai dari dunia bawah airnya, budaya masyarakatnya hingga bentang alamnya yang memukau. kesempatan kali ini saya sempatkan mengelilingi pulau-pulau kecil yang menghiasi indahnya lautan serta berkunjung ke sebuah tempat bernama Kabola untuk melihat busana kayu yang langka dan hanya ada di Alor.
Even I have been to Alor for so many times, in addition to gain a touching memorable experiences also will never feel enough time to explore the beauty of Alor archipelago. It was like discovering a "new world", a world that totally different from the rest of the world. Starting from its underwater world, culture of the community up to the stunning landscape. This time took opportunity to travel around small islands that adorn the ocean beauty and to visit a place called "Kabola" to see a rare wooden dress and only available in Alor.
Memandang sejenak kepulauan Alor dan menyebutnya satu persatu seperti Pulau Kepa, Pulau Pura, Pulau Ternate, Pulau Buaya dan Pulau Pantar. Namun ini belumlah lengkap. Ini diambil dari wikipedia sebagai berikut :
Kabupaten Alor merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 20 pulau. 9 pulau yang telah dihuni penduduk, yakni : Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Pulau Ternate, Kepa, Pulau Buaya, Pulau Kangge dan Pulau Kura.11 pulau lainnya tidak berpenghuni, masing-masing Pulau Sikka, Pulau Kapas, Pulau Batang, Pulau Lapang, Pulau Rusa, Pulau Kambing, Pulau Watu Manu, Batu Bawa, Pulau Batu Ille, Pulau Ikan Ruing dan Pulau Nubu. Jenis tanah di Kabupaten Alor temasuk Vulkanik muda sehingga kaya unsur hara dengan struktur tanah yang gembur dan subur. (klik tautan untuk mengetahui lebih lanjut ! )
Toke a moment on the Alor archipelago and mentioning it one by one such as Kepa Island, Pura Island, Ternate Island, Buaya "Crocodile" Island and Pantar Island. But this is not yet complete. Lets take a look a complete one, here is taken from wikipedia as follows:
Alor Regency is an archipelago consisting of 20 islands. 9 inhabited islands that have bit population on the island, such: Alor Island, Pantar, Pura, Tereweng Island, Ternate Island, Kepa, Buaya Island, Kangge Island and Kura Island. 11 Other islands are uninhabited, respectively Sikka Island, Kapas Island, Batang Island, Lapang island, Deer Island, Goat Island, Watu Manu Island, Batu Bawa, Batu Ille Island, Ikan Ruing Island and Nubu Island. Type of soil in Alor regency including to young volcanic so rich in nutrients with loose soil structure and fertile. (Click the link to find out more!)
Untuk melihat mengelilingi pulau-pulau tersebut dibutuhkan sebuah perahu motor dan dapat disewa untuk berkeliling seharian penuh sehingga rasa penasaran terjawab sudah dan merasa puas telah mengelilingi seluruh kepualauan yang dikelilingi oleh air laut yang jernih. Meski banyak yang menyebutkan bahwa ada arus berputar di seputaran laut Pulau Pura. Tapi cuaca sangat bersahabat dan perjalanan kami menyenangkan dapat melihat keadaan riil masyarakat di pulau-pulau yang ada. Kebanyakan dari mereka menyebut perahu motor ini "taxi boat" dan ya julukan yang keren.
To see around the islands it takes a motor boat and can be hired to get around all day so that the curiosity answered and satisfied to travel arround the island where all surrounded by clear water. Although many people mentioned that there is a current spinning around the sea of Pura Island, but the weather was very friendly and our trip was fun to see the real state of society on the islands. Most of them call this motorboat "taxi boat" and yes a cool nickname.
Ini beberapa foto hasil berkeliling di Pulau Ternate, Pulau Buaya dan Pulau Pura dan dapat kita lihat jelas Pulau pantar :
Here are some photos of travelling to Ternate Island, Buaya "Crocodile" Island and Pura Island and we could see clearly Pantar Island:
Pulau Pura (Pura Island) |
Pulau Ternate dari Alor Besar (Ternate Island Viewing from Alor Besar) |
Pulau Pantar (Pantar island) |
Selat antara Pulau Ternate dan Pulau Buaya (Strait between Ternate Island and Buaya "Crocodile" Island) |
Kampung di Pulau Ternate (a village in Ternate island) |
Kampung di Pulau Ternate (a village in Ternate island) |
selat antara Pulau Ternate dan Alor Besar (Strait between Ternate Island and Alor Besar)) |
Pulau Ternate (Ternate Island) |
ke Pulau Pura (To Pura Island) |
Pelaut handal (Good sailor) |
Alor yang ada dibenak adalah menikmati seafood untuk menunjang kebutuhan makanan selama berada di sini. Menu makanan serba ikan hasil tangkapan teman-teman penduduk asli dari Alor. Mereka terkenal dengan julukan "manusia ikan" dikarenakan kemampuan mereka menyelam memanah ikan. Mereka menangkap ikan seperlunya dan cara tradisional lainnya adalah menggunakan bubu. Saya cuma dapat berpesan agar menangkap ikan seperlunya saja dan hindari penggunaan bom atau racun dan mesti diingat Alor merupakan surganya bawah laut yang berpotensi besar untuk pariwisata bahari. Selama 3 hari saya disajikan berbagai menu masakan khas Alor, diantaranya aneka ikan bakar, ikan kuah asam yang disajikan dengan nasi panas dan sambal pedas. Luar biasa nikmat! sembari tiada hentinya mengucap syukur atas nikmat duniawi karunia Tuhan.
Alor in my mind is to enjoy seafood to support food needs during stay in. The all-round food menu made of catch fish by my friend Alor's indigenous people. They are famous for the nickname "fish man" because of their ability to dive and catching fish. They catch fish as needed and other traditional ways are using "bubu". I can only order to catch fish as necessary and avoid the use of bombs or poisons and keep in their mind that Alor is a great underwater paradise for marine tourism. For 3 days I served a variety of typical dishes of Alor, including various grilled fish, sour sauce fish served with hot rice and spicy sauce. Unbelievably delicious! While ceaselessly giving thanks for the earthly blessings of the grace of God.
Pohon Beringin Besar tumbuh dipinggir jalan menambah keunikan Pulau Alor. Selain pohon beringin banyak dijumpai pohon kom atau kon (dalam bahasa daerah di Timor) dengan nama binomialnya Ziziphus mauritiana Lam. adalah sejenis pohon kecil penghasil buah yang tumbuh di daerah kering. Tanaman ini dikenal pula dengan berbagai nama daerah seperti bidara atau widara (Sunda dan Jawa) atau dipendekkan menjadi dara (Jawa); bukol (Madura); bĕkul (Bali); ko (Sawu/Sabu); kok (Rote); bĕdara (Alor); bidara (Makasar, Bugis); rangga (Bima); serta kalangga (Sumba). Sebutan di negara-negara lain di antaranya: bidara, jujub, epal siam (Malaysia); manzanitas (Filipina) zee-pen (Burma); putrea (Kamboja); than (Laos); phutsaa, ma tan (Thailand); tao, tao nhuc (Vietnam). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Jujube, Indian Jujube, Indian plum, atau Chinese Apple; serta Jujubier dalam bahasa Prancis (Sumber Wikipedia)
Big Banyan trees grow on the side of the road also gave more value to the uniqueness of Alor Island. In addition to the banyan tree found many kom or kon trees (in the local language of Timor) with the latin name "Ziziphus mauritiana Lam", is a kind of fruit-producing small tree that grows in dry areas. This plant is also known by various regional names such as bidara or widara (Sundanese and Javanese) or shortened to dara "virgin" (Java); Bukol (Madura); Bĕkul (Bali); Ko (Sawu / Sabu); Kok (Rote); Bĕdara (Alor); Bidara (Makasar, Bugis); Rangga (Bima); And kalangga (Sumba). Mention in other countries include: bidara, jujub, epal siam (Malaysia); Manzanitas (Philippines) zee-pen (Burma); Putrea (Cambodia); Than (Laos); Phutsaa, ma tan (Thailand); Tao, tao nhuc (Vietnam). In English known as Jujube, Indian Jujube, Indian plum, or Chinese Apple; And Jujubier in French (Source Wikipedia)
Beringin Tree |
Kabola............
Ada beberapa kampung adat di Alor. Salah satunya adalah kampung adat Takpala yang masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang turun temurun dari zaman nenek moyangnya dulu. Tidak hanya bentuk rumah dan ritualnya saja yang masih dipertahankan, tapi juga cara berpakaian sehari-hari mereka masih mengenakan baju adat dari kain tenun yang ditenun sendiri oleh para wanita. Kebiasaan mengunyah sirih pinang juga menjadi bagian dari aktifitas sehari-hari. Namun ada satu lagi kampung adat di Alor bernama Kabola untuk melihat salah satu pakaian adat yang terbuat dari Kayu. Berikut ini perjalanan menuju Kabola..............
Kabola ............
Kabola berada di atas pegunungan dan tampak laut, kota dan bebukitan yang sangat indah. Tidak jauh dari tempat ini kemudian kita menuju ke sanggar "Chenghulu" untuk mendapatkan kisah lengkap pakaian adat dari kayu. Alor di NTT tidak hanya terkenal dengan bawah lautnya saja. Berbagai suku dan warisan adat di Alor ternyata sesuatu yang menarik untuk dikenal lebih dekat, seperti suku Kabola. Pakaian adatnya ternyata terbuat dari kulit kayu.
Kabola is above sea level on the mountainous area and observed beautiful sea, city and hills mixed beautifully. Not far from this place then we headed to the "Chenghulu" studio to get the full story of customary clothing from wood. Alor in NTT is not only famous for its underwater course. The various ethnic groups and customary heritage of Alor turned out something of interest known more closely, like the Kabola tribe. Their customary clothes made of bark.
Sejarah Kabola seperti dipaparkan oleh sanggar Chenghulu dalam catatan sederhana disebutkan bahwa manusia pertama yang datang di Kabola bernama O long Mo yang mendarat di Buyungta menggunakan sampan kayu sederhana yang disebut "eye" dan membawa serta dua ekor binatang yakni satu ekor anjing dan satu ekor ayam jantan. Mereka kemudian membuat rumah tinggal dengan nama Ey Yele atau disebut gudang atau rumah adat sekarang ini yang terdiri dari tiga lantai. Suku Kabola mengenal pohon beringin dalam sejarah kehidupan suku kabola dan mereka meyakini bahwa dahan ranting dan tangkainya pohon beringin menjalar dan melindungi seluruh gunung Kabola. Masyarakat kabola akhirnya berlindung di bawah naungan pohon beringin yang disebut dengan "Abolobang Airnu" artinya 10 suku Kabola. Dan berdasarkan pada sejarah maka warga suku Kabola membuat pakaian dari pohon yang disebut "pohon - K" dan saya belum mengetahui apa nama latin pohon - K ini. Pohon K ini dijadikan pakaian tradisional sejak tahun 1513 oleh nenek moyang suku Kabola.
Kabola's history as described by the Chenghulu studio in a simple note says that the first man came in Kabola named "O long Mo" who landed in Buyungta using a simple wooden boat called "eye" and carried two animals, one dog and one rooster. They then made residence given name Ey Yele or called a warehouse or custom-house today which consis of three floors. The Kabola tribe recognize the banyan tree in their history for the kabola tribe's life and they believe that the branches of twigs and bark of the banyan tree spreading and protecting the entire Kabola mountain. The kabola community finally took shelter under the shade of a banyan tree called "Abolobang Airnu" meaning 10 Kabola ethnic groups. And based on the history, Kabola people made their clothes from a tree called " K-tree" and I do not know what the latin name of this tree. This K Tree made into traditional clothes since 1513 by the ancestors of the tribe of Kabola.
Masyrakat Suku Kabola menampilkan atraksi budaya seni tradisional ini seperti: Cakalele, Lego-lego, tari rotan. Biasanya, mereka menyelenggarakan seni tersebut ketika ada turis yang datang dan ada permintaan untuk dipentaskan.
The Kabola community features traditional cultural art attractions such as: Cakalele, Lego-lego, rattan dance. Usually, they organize the art when tourists come and there is a demand for staged.
Article by Ketut Rudi
Photos by Ketut Rudi and Molina Olivia
Thanks To Nita and sister and brother, thanks to Jhony and Anis Gomang for beautiful adventure
No comments:
Post a Comment